JISUMH.COM – Sebuah buku baru yang mengangkat sisi gelap industri Kpop mengungkapkan fakta mencengangkan sekaligus memprihatinkan tentang dampak pelatihan keras yang dijalani para calon idol.
Buku berjudul K-pop, Idols in Wonderland ditulis oleh jurnalis Jeon Da Hyeon yang mengkaji kontradiksi struktural dalam sistem pembuatan idol Korea.
Buku ini merujuk pada hasil wawancara dengan lebih dari 40 orang sumber di dalam industri, seperti trainee, idol, produser, pimpinan agensi, kritikus, pengacara, anggota parlemen, dan penggemar.
Dalam buku disebutkan bahwa 8 dari 10 trainee perempuan berhenti menstruasi karena tekanan fisik dan mental yang ekstrem.
Fenomena ini dalam dunia kedokteran dikenal sebagai amenore, merupakan alarm serius dari tubuh akan kondisi kesehatan yang buruk.
Kondisi ini dipicu oleh kombinasi faktor yang sangat berat, jadwal latihan yang melelahkan, diet ketat yang membuat kekurangan gizi, tingkat stres yang tinggi, dan kurang tidur kronis.
Tubuh mereka yang seharusnya masih dalam masa perkembangan, mengalami tekanan begitu hebat hingga sistem reproduksi mati suri karena menganggap kondisi tidak ideal untuk bereproduksi.
Ini adalah bentuk protes tubuh terhadap beban yang jauh melampaui batas wajar. Buku tersebut lebih lanjut menggambarkan kehidupan para trainee sebagai penjara yang berkilau.
Bedah kosmetik yang didorong melalui gaslighting membuat beberapa trainee tidak dapat mengenali wajah mereka sendiri, sementara kecacatan fisik bukanlah hal yang jarang.
Pengorbanan ini berlanjut pada dunia pendidikan, dimana sekolah sering kali ditinggalkan karena jadwal latihan dianggap lebih prioritas.
Mereka hidup dalam sistem asrama yang dikontrol ketat, dengan jadwal harian yang diisi latihan menari dan menyanyi selama belasan jam.
Untuk memenuhi standar fisik yang seringkali tidak realistis, mereka menjalani diet ekstrem yang membuat mereka kelaparan.
JISUMH.COM – Sebuah buku baru yang mengangkat sisi gelap industri Kpop mengungkapkan fakta mencengangkan sekaligus memprihatinkan tentang dampak pelatihan keras yang dijalani para calon idol.
Buku berjudul K-pop, Idols in Wonderland ditulis oleh jurnalis Jeon Da Hyeon yang mengkaji kontradiksi struktural dalam sistem pembuatan idol Korea.
Buku ini merujuk pada hasil wawancara dengan lebih dari 40 orang sumber di dalam industri, seperti trainee, idol, produser, pimpinan agensi, kritikus, pengacara, anggota parlemen, dan penggemar.
Dalam buku disebutkan bahwa 8 dari 10 trainee perempuan berhenti menstruasi karena tekanan fisik dan mental yang ekstrem.
Fenomena ini dalam dunia kedokteran dikenal sebagai amenore, merupakan alarm serius dari tubuh akan kondisi kesehatan yang buruk.
Kondisi ini dipicu oleh kombinasi faktor yang sangat berat, jadwal latihan yang melelahkan, diet ketat yang membuat kekurangan gizi, tingkat stres yang tinggi, dan kurang tidur kronis.
Tubuh mereka yang seharusnya masih dalam masa perkembangan, mengalami tekanan begitu hebat hingga sistem reproduksi mati suri karena menganggap kondisi tidak ideal untuk bereproduksi.
Ini adalah bentuk protes tubuh terhadap beban yang jauh melampaui batas wajar. Buku tersebut lebih lanjut menggambarkan kehidupan para trainee sebagai penjara yang berkilau.
Bedah kosmetik yang didorong melalui gaslighting membuat beberapa trainee tidak dapat mengenali wajah mereka sendiri, sementara kecacatan fisik bukanlah hal yang jarang.
Pengorbanan ini berlanjut pada dunia pendidikan, dimana sekolah sering kali ditinggalkan karena jadwal latihan dianggap lebih prioritas.
Mereka hidup dalam sistem asrama yang dikontrol ketat, dengan jadwal harian yang diisi latihan menari dan menyanyi selama belasan jam.
Untuk memenuhi standar fisik yang seringkali tidak realistis, mereka menjalani diet ekstrem yang membuat mereka kelaparan.
Banyak trainee yang mengaku hanya makan sekali sehari atau mengonsumsi makanan yang sangat sedikit seperti sebutir telur rebus dan sebotol susu untuk menjaga berat badan mereka.
Tekanan mental juga menjadi momok yang tidak kalah menyeramkan. Para trainee hidup dalam ketakutan akan dieliminasi kapan saja, dan harus bersaing secara tidak sehat dengan rekan-rekan mereka sendiri.
Mereka juga sering menerima komentar pedas tentang penampilan dan kemampuan dari pelatih, yang semakin menggerogoti kesehatan mental.
Iklim kompetisi yang begitu kejam ini menciptakan lingkungan yang toxic dan mengabaikan kesejahteraan dasar mereka sebagai remaja.
Paparan dalam buku ini diharapkan dapat membuka mata publik dan para pemangku kebijakan di industri Kpop.
Selama ini, kesuksesan gemilang grup-grup idol menutupi pengorbanan mengerikan yang terjadi di balik layar.
Fenomena amenore massal ini adalah bukti nyata bahwa praktik pelatihan saat ini telah melampaui batas kemanusiaan.
Diperlukan regulasi yang lebih ketat untuk melindungi hak-hak dan kesehatan para trainee, mengingat mereka adalah aset masa depan industri yang seharusnya dijaga, bukan dieksploitasi hingga ke titik terparah.
Banyak trainee yang mengaku hanya makan sekali sehari atau mengonsumsi makanan yang sangat sedikit seperti sebutir telur rebus dan sebotol susu untuk menjaga berat badan mereka.
Tekanan mental juga menjadi momok yang tidak kalah menyeramkan. Para trainee hidup dalam ketakutan akan dieliminasi kapan saja, dan harus bersaing secara tidak sehat dengan rekan-rekan mereka sendiri.
Mereka juga sering menerima komentar pedas tentang penampilan dan kemampuan dari pelatih, yang semakin menggerogoti kesehatan mental.
Iklim kompetisi yang begitu kejam ini menciptakan lingkungan yang toxic dan mengabaikan kesejahteraan dasar mereka sebagai remaja.
Paparan dalam buku ini diharapkan dapat membuka mata publik dan para pemangku kebijakan di industri Kpop.
Selama ini, kesuksesan gemilang grup-grup idol menutupi pengorbanan mengerikan yang terjadi di balik layar.
Fenomena amenore massal ini adalah bukti nyata bahwa praktik pelatihan saat ini telah melampaui batas kemanusiaan.
Diperlukan regulasi yang lebih ketat untuk melindungi hak-hak dan kesehatan para trainee, mengingat mereka adalah aset masa depan industri yang seharusnya dijaga, bukan dieksploitasi hingga ke titik terparah.

Leave a Reply